Presiden FIlipina Rodrigo Duterte dan Presiden RI Joko Widodo - Foto: Net |
Oleh: Alto Luger
Beberapa hari belakangan ini media-media di Indonesia dipenuhi dengan berita tentang ISIS dan kemunculan mereka di Marawi, Filipina. ISIS sudah sangat dikenal sebagai gerakan teroris yang berideologi sesat, anti Islam dan anti pluralisme. Kemunculan ISIS di Marawi menjadi sangat penting bagi Indonesia karena kedekatan Marawi secara geografis dengan wilayah paling utara dari Indonesia. Ini membuat publik Indonesia menjadi waspada karena ISIS ternyata sudah di depan pintu kita.
Yang menarik dari pemberitaan media-media di Indonesia tentang ISIS di Marawi ini adalah kabar bahwa Presiden Filipina Rodrigo Duterte sejatinya tidak ingin mendapatkan bantuan dari militer Amerika Serikat untuk membantu Angkatan Bersenjata (AB) Filipina melawan ISIS di Marawi karena Duterte ingin agar Filipina dibantu oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Semenjak adanya berita dimaksud, banyak muncul pemberitaan dan opini yang pro dan kontra terhadap keinginan dari Presiden Duterte ini. Saya tidak tertarik untuk membahas plus dan minusnya TNI membantu AB Filipina menumpas ISIS di Marawi, karena pertanyaan yang lebih menarik bagi saya adalah: apakah benar Presiden Duterte menginginkan TNI untuk membantu AB Filipina melawan ISIS di Marawi?
Dari hasil pencarian saya, kelihatan bahwa mendia-media ONLINE Indonesia mulai memberitakan tentang berita ini dari tanggal 13 Juni. Media Suratkabar.id memberitakan "...jika memang dirinya punya pilihan, ia tidak akan memilih bantuan dari AS, melainkan ia akan memilih Tentara Nasional Indonesia untuk bisa menyelesaikan masalah teroris di Marawi". “Seandainya diperbolehkan, saya cuma inginkan bantuan dari TNI. Karena mereka ahlinya perang gerilya. Pasukan AS hanya akan merepotkan pasukan kami,” ujar Rodrigo Duterte belum lama ini." Berita ini dirilis tanggal 13 Juni oleh Suratkabar.id dengan mengutip sumber dari Nusantara via Reuters.
Penelusuran saya di Nusantaranews.co menemukan berita yang sama tertanggal 12 Juni. NusantaraNews.co menulis "...Presiden Filipina itu secara terang-terangan kepada media, jika diberi opsi, dirinya justru hanya akan memilih meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia untuk menumpas kelompok ekstrimis di Marawi, dari pada AS. “Seandainya diperbolehkan, saya cuma inginkan bantuan dari TNI. Karena mereka ahlinya perang gerilya. Pasukan AS hanya akan merepotkan pasukan kami,” ujar Rodrigo Duterte baru-baru ini.". NusantaraNews mengutip berita dari Reuters.
Ketika saya mencari sumber berita di Reuters tertanggal 12 Juni, saya menemukan berita konferensi pers Presiden Duterte di Kota Cagayan de Oro, dimana Presiden Duterte mengatakan bahwa dia tidak pernah meminta bantuan dari Amerika Serikat (http://www.reuters.com/articl e/us-philippines-militants-idU SKBN1920MI). Tidak ada berita atau pernyataan explicit tentang keinginan Duterte untuk memakai TNI di Marawi.
Saya mencoba mencari statemen resmi pemerintah Filipina tentang pernyataan Presiden Duterte dimaksud, namun hasilnya nihil. Tidak ada rilis resmi pemerintah Filipina yang berisi keinginan Duterte untuk mengundang TNI melawan ISIS di Marawi. Nihil!
Kenyataan ini membuat misteri ini menjadi menarik karena siapa sebenarnya yang mulai memberitakan 'permintaan Presiden Duterte' ini? Namun yang lebih menarik dan penting itu bukan soal 'siapa' yang mengotaki pemberitaan ini tetapi 'apa motivasi atau tujuan terselubung' dilaik berita tentang undangan Duterte bagi TNI untuk berperang melawan ISIS di Marawi.
Dari analisa saya, saya berkesimpulan bahwa ini adalah "jebakan betmen" lewat "undangan palsu" untuk menjatuhkan kredibilitas Pemerintah Pimpinan Presiden Joko Widodo sekaligus membenturkan TNI dengan Presiden Jokowi
Kenapa demikian??
TNI itu mampu melawan ISIS di Marawi!
Kemampuan strategis dan taktis TNI dalam menumpas gerakan-gerakan bersenjata sudah tidak diragukan lagi. Rekam jejak TNI dan unit-unit anti teror baik matra darat, laut maupun udara itu jelas.
Disamping itu, secara legalitas, UU TNI No 34/2004 pasal 7 juga memberikan ruang bagi TNI untuk melakukan Operasi Militer selain Perang sebagai bagian dari mengatasi terorisme dan juga melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai kebijakan politik luar negeri Indonesia. Jadi dalam kerangka legalitas dan kemampuan, melawan gerakan teror seperti ISIS, saya yakin bahwa Presiden Jokowi pun akan mendapat dukungan publik Indonesia karena TNI mampu dan bisa dikerahkan oleh Presiden Jokowi untuk memerangi ISIS di Marawi.
Tetapi hakikat dari sebuah operasi militer seperti perang adalah akan ada korban jiwa. Jika Presiden Jokowi memerintahkan TNI berperang di Filipina melawan ISIS dan korban dari TNI mulai berjatuhan, maka tekanan politik terhadap Presiden Jokowi, mau tidak mau, akan semakin menguat dan konsekwensinya adalah popularitas beliau akan semakin menurun. Hal ini akan terus meningkat secara eksponensial apabila operasi militer ini kemudian dilakukan dalam waktu lebih lama lagi. Resiko tewasnya anggota TNI akan lebih tinggi, tekanan publik dan politik akan semakin kuat dan popularitas Presiden Jokowi akan semakin menurun.
Ini adalah jebakan betmen yang sengaja diciptakan untuk melemahkan kredibilitas Jokowi secara strategis, karena apabila Presiden Jokowi memerintahkan TNI berperang menumpas ISIS di Marawi sekarang, maka dapat dipastikan bahwa di tahun 2019, Jokowi akan sulit menjadi Presiden Indonesia lagi karena popularitas dan kredibilitas dia akan jatuh!
Jadi Bapak Presiden Jokowi, jangan tergoda 'Undangan Palsu' ini. Militer Filipina bisa mengatasi ISIS di Marawi terutama setelah mendapatkan bantuan dari militer Amerika Serikat. Sebaliknya, Bapak Presiden Jokowi agar memerintahkan TNI dan Polri untuk saling sinergis dalam menangkal dan menumpas gerakan-gerakan dari organisasi radikal dan sesat berbalut agama di Indonesia, termasuk mencegah dan menangkal pergerakan dari simpatisan dan anggota ISIS yang ada di Indonesia. Ini jauh lebih penting.
Jangan tergoda jebakan betmen lewat undangan palsu.
Salam dari Kepulauan Kei,
Sumber: Catatan Alto Luger di Facebook
0 Response to "TNI dan "Undangan Palsu" melawan ISIS di Marawi, Filipina"